Peran Teknologi dalam Mendukung Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0

Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi ke empat atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Di era ini perkembangan teknologi digital mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini diikuti dengan meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembangan sistem digital, kecerdasan artifisial, dan visual. Teknologi digital mempengaruhi dan mengubah hampir seluruh aspek kehidupan sehari-hari manusia. Bahkan dapat dikatakan kehidupan masyarakat saat ini tidak dapat terlepas dari teknologi digital.

Disadari atau tidak, perkembangan teknologi digital telah menyentuh hampir seluruh aktivitas manusia, tak terkecuali bidang pendidikan. Sebagaimana diketahui, pendidikan berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas guna menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Karena itu, pendidikan yang diwujudkan dengan pembelajaran yang berkualitas mutlak dikembangkan karena keberhasilan pembelajaran merupakan tujuan utama dalam proses pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan pendidikan adalah dengan mendesain proses pembelajaran yang tepat daya, tepat sasar, serta berdampak pada peningkatan kompetensi siswa.

Di era revolusi industri 4.0 yang diserbu dengan derasnya perkembangan teknologi menjadikan pemanfaatan teknologi dalam bidang pendidikan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Pendidikan di era revolusi industri 4.0 mau tidak mau harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Pendidikan harus mampu berinovasi dengan memanfaatkan teknologi sebagai usaha meningkatkan mutu pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan teknologi dapat dioptimalkan untuk mendukung pembelajaran sehingga pembelajaran yang berkualitas dapat dicapai. Sebagai contoh, munculnya berbagai sumber belajar berbasis daring seperti perpustakaan daring, pembelajaran daring, kamus digital, bahkan diskusi yang saat ini dapat dilakukan secara daring dengan tujuan peningkatan kualitas pembelajaran. Merebaknya berbagai fitur ataupun platform yang menunjang pembelajaran merupakan peluang besar bagi dunia pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dengan mengkombinasikan strategi mengajar dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Di samping itu, siswa atau generasi sekarang sangat dekat dengan teknologi sehingga teknologi dapat digunakan sebagai pintu masuk dan sarana pembelajaran. Teknologi telah menjadi kebutuhan dan gaya hidup mereka. Siswa sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Ini menunjukkan bahwa produk pendidikan yang diluluskan harus mampu menjawab tantangan industri 4.0 yang mencetak dan menghasilkan generasi-generasi berkualitas yang akan mengisi revolusi industri 4.0. Oleh karena itu, kehadiran teknologi yang diperkaya dengan inovasi pembelajaran akan sangat membantu proses pembelajaran antara guru dengan siswa. Kehadiran teknologi untuk menunjang pembelajaran dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk mengeksplorasi berbagai sumber belajar. Di samping itu, aplikasi pembelajaran juga menampilkan fitur-fitur yang menarik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Kehadiran teknologi dirasakan sangat membantu dalam mendukung kegiatan pendidikan dan pembelajaran di era ini. Optimalisasi pemanfaatan teknologi sebagai penunjang pendidikan diharapkan mampu memberikan hasil yang dapat mengikuti perkembangan dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, telah membuka mata betapa teknologi benar-benar sangat mendukung dunia pendidikan. Teknologi tatap muka virtual dapat membantu berlangsungnya proses pembelajaran antara guru dan siswa. Keterhubungan antara guru dan siswa dapat dijembatani oleh teknologi sehingga interaksi antara guru dan siswa tidak terputus meskipun tidak dapat bertatap muka secara langsung.

Contoh lain pemanfaatan teknologi dalam mendukung bidang pendidikan, khususnya pembelajaran, adalah adanya laboratorium maya atau virtual. Laboratorium virtual ini dapat menjadi alternatif guru dan siswa untuk tetap bisa melakukan eksperimen sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Selain lebih murah dan terjangkau, laboratorium maya juga lebih aman bagi siswa sebagai pengguna. Keuntungan pemanfaatan laboratorium maya ini antara lain (1) lebih ekonomis karena tidak membutuhkan bangunan laboratorium, alat-alat dan bahan- bahan seperti pada laboratorium konvensional; (2) menambah motivasi dalam proses belajar mengajar; (3) siswa mempunyai keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran ataupun dalam permasalahan sehari-hari.

Dukungan teknologi dalam bidang pendidikan juga hadir dalam bentuk pemanfaatan LMS (Learning Management System). LMS berbasis internet tidak hanya bermanfaat bagi orang tua saja dalam memantau pendidikan anaknya, tetapi juga bagi pihak lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus, tim pengajar, maupun siswa. Sebab, pihak sekolah bisa secara real-time mengawasi seluruh aktivitas belajar mengajar untuk dijadikan bahan evaluasi guna meningkatkan mutu pendidikan. Bagi tim pengajar atau guru, platform ini bisa membantu untuk meningkatkan efektivitas belajar melalui pemberian tugas dan konsultasi. Sementara bagi siswa, mereka akan lebih bersemangat belajar karena menggunakan teknologi modern.

Tentunya masih banyak contoh-contoh lain yang menunjukkan keberadaan teknologi dalam mendukung pembelajaran dan pendidikan. Pemanfaatan teknologi dalam bidang pendidikan menjadikan keterbatasan ruang dan waktu bukan lagi menjadi persoalan. Siswa dan guru dapat leluasa mengeksplorasi ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kapan pun dan di mana pun. Penggunaan teknologi sebagai inovasi media dalam pembelajaran juga memberikan banyak manfaat lainnya seperti menambah informasi, meningkatkan kemampuan belajar, memudahkan akses belajar, membuat materi pelajaran lebih menarik, serta meningkatkan minat belajar peserta didik.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran pada revolusi industri 4.0 adalah sebuah keharusan. Teknologi berperan penting dalam kegiatan pembelajaran pada era serba digital. Teknologi dan informasi dalam pembelajaran bukan hanya sekedar pelengkap pembelajaran, namun menjadi hal utama dalam proses pembelajaran di era revolusi industri 4.0. Pembelajaran menggunakan teknologi dan informasi membuat pembelajaran menjadi lebih efektif karena selalu update dengan informasi terkini. Siswa dapat mempelajari materi lebih luas lagi dengan berbagai referensi dan sumber belajar yang ada. Inovasi teknologi di bidang pendidikan berguna untuk mendukung pembelajaran yang sangat dibutuhkan pada era revolusi industri 4.0 sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing di kancah global. Salam.##

Kata kunci: Universitas Tanjungpura, Revolusi Industri 4.0

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Universitas Tanjungpura 2022.
Pengumuman hasil Lomba Blog 2022 Universitas Tanjungpura di sini

Guru: Pembelajar Sepanjang Hayat

..

Pada hakikatnya, belajar tidak pernah mengenal batasan usia. Dan belajar sepanjang hayat memang sudah menjadi paradigma universal. Dengan demikian, konsep belajar tanpa henti pun sebetulnya juga harus berlaku untuk guru.

Sayangnya, masih ada guru-guru di negeri ini yang ‘mengidap’ penyakit malas belajar. Alasannya bisa bermacam-macam. Ada guru yang terlalu merasa jumawa hingga menganggap ilmunya sudah cukup untuk keperluan mengajar. Ada pula yang menganggap belajar merupakan kewajiban para murid semata. Ada juga yang merasa sudah tua sehingga tidak perlu lagi belajar, dan lain-lain. Pada titik ini, ego guru diakui sangat besar.

Lalu, ada juga guru yang berasumsi bahwa belajar itu sama dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kalau sudah begitu maka ada kalkulasi lain yang tidak bisa dihindari antara uang, waktu, tenaga dan pikiran. Persepsi sempit seperti itu akan menyebabkan kesalahan pola pikir. Belajar akan dianggap mendatangkan beban baru. Padahal, kenyataannya tidak selalu demikian, meski prinsip melanjutkan pendidikan pun sesungguhnya sangat baik bagi peningkatan mutu guru, karena muaranya adalah demi meningkatnya kualitas proses belajar dan mengajar.

Memang, pemerintah selalu mendorong para guru yang masih berlatar belakang pendidikan sarjana untuk melanjutkan ke program magister. Akan tetapi, jika kita kembali ke persoalan kalkulasi yang tidak bisa dihindari tadi, seperti yang kita ketahui, kesejahteraan guru belum baik. Masih banyak guru yang mesti susah payah memutar otak untuk mencari tambahan penghasilan di samping mengajar. Fenomena seperti ini cukup banyak ditemukan di kalangan guru-guru swasta atau honorer.

Adanya program sertifikasi guru, taraf hidup guru relatif semakin mengalami perbaikan. Setidak-tidaknya dana yang masuk secara berkala ke rekening para guru berlabel profesional setelah lulus sertifikasi bisa dialokasikan untuk kebutuhan belajar, seperti mengikuti pelatihan, seminar, atau lokakarya.

Selain itu, sebagian besar guru-guru di Indonesia juga sudah memiliki gawai atau ponsel pintar. Belajar dengan memanfaatkan gawai sudah menjadi tren di masa kini. Lewat internet ada begitu banyak hal yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan referensi, alat peraga ajar atau video pembelajaran. Semuanya berpulang kepada guru-guru sendiri, apakah mereka mau memanfaatkan kesempatan itu atau tidak.

Apalagi tantangan guru sekarang semakin berat. Dulu, guru boleh berbangga hati karena didaulat sebagai satu-satunya sumber untuk mencari ilmu pengetahuan. Maka tak heran jika keberadaan guru menerangkan di depan kelas menjadi begitu bernilainya bagi murid dan orang tua. Sekali saja murid absen, dia dan orang tuanya akan merasa begitu rugi seperti telah kehilangan barang yang sangat mahal nilainya.

Pendeknya, guru di masa lalu ibarat bintang film yang penampilannya selalu dinanti-nantikan. Guru punya kekuatan dan dominasi. Murid-murid yang tidak disiplin, nakal, dan malas belajar sah-sah saja untuk dijewer telinganya, dipukul betisnya atau disuruh berdiri angkat kaki sebelah di depan kelas. Dan menariknya, murid-murid tidak protes atau berusaha mengadu ke orang tua. Sebab mengadu berarti mendapat dua kali hukuman. Orang tua juga demikian. Hukuman yang diberikan terhadap anak-anak mereka dianggap sebagai pelecut semangat untuk belajar lebih giat dan lebih disiplin.

Berbeda dengan di masa sekarang. Guru harus berpacu. Berpacu dengan murid, berpacu dengan orang tua, berpacu dengan teknologi dan berpacu dengan tekanan. Guru tidak bisa lagi menganggap dirinya sebagai seseorang yang maha tahu (knowing everything). Sewaktu-waktu murid bisa melakukan cek dan ricek lewat gawai ponsel pintarnya. Sedikit kesalahan yang dilakukan oleh guru dalam materi ajarnya bisa mendapat sorotan tajam dari orang tua. Pada titik itu, kredibilitas dan kemampuan guru dalam mengajar akan mulai diragukan dan bisa jadi malah tidak dipercayai lagi.

Untuk itu guru mutlak harus membuka diri untuk senantiasa belajar. Kegiatan pembelajaran merupakan hal yang dinamis dan kompleks. Ini sama dengan prinsip ilmu pengetahuan yang terus mengalami perubahan. Demikian halnya dengan karakter peserta didik yang selalu berbeda dari satu generasi ke generasi. Guru, apalagi yang sudah menggeluti profesi mengajar selama puluhan tahun, tidak boleh memandang murid di era kekinian dengan murid sepuluh atau dua puluh tahun lalu lewat kacamata yang sama.

Sekalipun telah menjadi guru, tetap saja guru adalah pembelajar sepanjang hayat. Untuk bisa mengajarkan pengetahuan yang sejati, guru dituntut untuk terus menerus belajar. Ilmu pengetahuan pun terus berkembang tidak pernah stagnan. Maka, tidak ada lagi alasan seorang guru untuk berhenti karena lelah mengeksplorasi diri. Artinya, seorang guru harus terus belajar mengerahkan segala potensi dan kelebihannya, salah satunya yaitu belajar dan mempelajari seluruh aspek tentang pendidikan, belajar kepada sesama guru, peserta didik, dan kepada semua kalangan.

Belajar sepanjang hayat adalah konsep yang sudah menjadi umum bagi siapa saja. Dalam agama juga sudah diajarkan bahwa kewajiban menuntut ilmu (belajar) itu dimulai sejak dalam ayunan (sedari bayi) hinggalah ke liang lahad (mati) Tidak ada di antara kita yang menyangkal pernyataan ini.

Bagi seorang guru, konsep itu pun harus berlaku. Artinya tidak ada kata berhenti belajar bagi seorang guru. Guru wajib terus berguru alias belajar lagi. Jangan karena sudah berstatus guru, atau merasa sudah menjadi guru profesional karena mendapat sertifikat profesi, lalu berhenti belajar. Ini pandangan keliru. Guru memang harus terus berguru. Bahkan ada ungkapan Guru yang malas belajar sebaiknya berhenti mengajar.

Guru berguru adalah untuk menjaga dan mempertahankan eksistensi guru itu sendiri. Guru memang harus terus memperbaharui ilmu dan kompetensinya jika ingin bertahan dalam status gurunya. Sebagai manusia yang digugu dan ditiru, artinya guru wajib selalu memliki sesuatu yang dapat dicontohteladani orang lain. Bukan saja murid-murid yang terus mencotoh guru, bahkan masyarakat umum pun akan cenderung dan berusaha mencontoh guru.

Di era teknologi saat ini, kebutuhan untuk belajar banyak tersedia. Bahkan pemerintah, melalui Kemendikbudristek menyediakan berbagai platform belajar untuk guru, seperti Rumah Belajar, Guru Belajar an Berbagai, Merdeka Mengajar, dan sebagainya. Tentunya upaya pemerintah ini akan tersia-siakan jika guru bersikap masa bodoh. Ketika mengajak guru untuk belajar menambah ilmu pengetahuan, sering terdengar jawaban, “Wah, saya sibuk. Wah, saya banyak pekerjaan. Wah, saya sudah menjadi guru professional. Wah, saya sudah menjadi kepala sekolah. Wah, saya sudah naik pangkat. Dengan begini saja, saya sudah mendapatkan impian saya. Mengapa saya mesti belajar lagi?” Itulah jawaban yang barangkali yang sering terdengar.

Para pendidik sudah lupa bahwa zaman sudah berubah. Anak didik sudah mahir untuk mencari pengetahuan meskipun anak didik tidak berada di sekolah. Anak didik sudah mahir mendebat gurunya jika mereka menemukan kejanggalan pada saat pembelajaran. Dan pada saat seperti itulah, kehormatan dan harga diri dipertaruhkan. Semestinya guru terus membangun dirinya agar selalu gemar belajar. Guru sering menasihati anak didik agar belajar sejak ayunan hingga liang lahat. Guru sering memberikan pembinaan kepada anak didik agar bersikap disiplin. Namun, mengapa guru justru enggan belajar lagi? Mengapa guru sudah merasa puas dengan perolehannya saat ini? Mengapa guru tidak merasa malu kepada anak didik karena tidak bersikap konsisten atas ucapannya? Mencari ilmu itu ibarat minum air laut. Tak pernah merasakan puas. Justru pencari ilmu itu digoda dengan ketidaktahuan baru. Ilmu itu seakan semakin tersembunyi dan bersembunyi sehingga pencari ilmu mesti melakukan eksplorasi. Di situlah letak ilmu: takkan bertepi! 

Guru semestinya bersikap konsisten terhadap ucapannya. Jika guru sering menyuruh anak didik agar membaca buku, tentunya guru harus menjadi pembaca buku yang baik. Jika guru sering menyuruh anak didik agar tekun belajar, seharusnya guru pun menjadi pembelajar. Antara ucapan dan perbuatan terjadi kesamaan. Zaman telah berubah ke Industri 4.0 diiringi dengan edukasi 4.0.  Jika guru tidak bisa meng-update dirinya dengan ilmu dan teknologi bisa-bisa digantikan oleh peran media sosial yang lebih digemari oleh kalangan melineal. Peran guru sangatlah penting dalam menjaga akhlak dan budi pekerti sehingga istilah adab lebih tinggi dari ilmu dapat terjaga agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman. Salam.##  

Selamat Jalan Hilman “Lupus” Hariwajaya

Kabar duka kembali datang dari dunia kepenulisan tanah air, salah satu penulis kenamaan Indonesia yang merupakan pencipta karakter ikonik Lupus  yakni Hilman Hariwijaya meninggal dunia. Kepergian Hilman kali ini jelas meninggalkan duka tersendiri bagi masyarakat Indonesia khususnya penikmat cerita Lupus yang populer pada masanya.

Bagi anak-anak era akhir 80an dan awal 90an, siapa yang tak kenal tokoh Lupus ciptaan Hilman? Anak SMA Merah Putih yang selalu cuek bebek, gemar mengunyah permen karet, berambut ala John Taylor sekaligus wartawan freelance majalah HAI.

Karakter Lupus yang pertama dikenalkan lewat cerita serial yang terbit di majalah Hai itu telah banyak menemani masa remaja anak-anak era tahun 1980 hingga tahun 1990-an. Hilman menuliskan Lupus persis seperti mayoritas remaja saat itu. Berjejalan di bis kota, mengayuh sepeda balap, atau beramai-ramai naik mobil orang tua teman yang kebetulan kaya. Sering bokek dan ditolak cewek. Karakter Lupus juga dikenal dengan sifatnya yang konyol, hingga membuatnya disukai oleh seluruh teman-temannya Cerita Lupus lebih banyak mengulik kehidupan sehari-hari Lupus di rumah, sekolah, dan kisah-kisah pertemanannya..

Tokoh Lupus memiliki gambaran karakter yang menyenangkan, jadi jangan heran kenapa akhirnya Lupus ini hampir selalu bisa mendapatkan tempat di hati penggemarnya. Lupus menjadi patron idaman remaja-remaja masa itu. Populernya Lupus juga diikuti dengan ramainya remaja berambut ala John Taylor, dengan jambul panjang di depan, tetapi tetap pendek di belakang. Dan satu lagi, sejak Lupus, semua remaja kembali mengunyah permen karet.

Dianggap mewakili karakter remaja di era 1980-an, kolom tersebut akhirnya populer dan selalu dinanti hingga akhirnya diangkat ke dalam bentuk novel dan film, yang melibatkan seniman sekaligus penulis kawakan lainnya untuk berkolaborasi bersama Hilman, yakni Gusur Adhikarya dan Boim Lebon.

Hilman memang telah pergi. Namun, karya-karyanya akan tetap abadi. Terima kasih telah mewarnai masa remaja generasi 90-an kami.

Menjaga Bahasa Negeri Melalui Giat UKBI

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan sebagai bahasa nasional dapat terwujud sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana pemersatu berbagai suku bangsa dan sebagai sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Sementara itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, bahasa komunikasi tingkat nasional, bahasa media massa, serta bahasa pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bahasa merupakan salah satu wujud budaya. Kelestarian sebuah bahasa sangat bergantung pada penuturnya, termasuk bahasa Indonesia. Artinya, masa depan bahasa Indonesia terletak di kehidupan penutur bahasa Indonesia. Ia akan muncul dalam percakapan sehari-hari sampai dalam seminar nasional dan internasional, ia akan muncul dalam buku harian sampai terbitan nasional, ia akan muncul dalam jual beli di pasar sampai dengan diplomasi kenegaraan, ia akan muncul di surat kaleng sampai dengan reklame besar di jalan raya, ia akan muncul di keluh-kesah penuturnya sampai dengan di mimpi besarnya. Ini berarti, penutur bahasa Indonesia harus memahami penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan konteks dan situasinya.

Dalam rangka menjaga masa depan bahasa Indonesia, pengunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu tidak dapat diabaikan. Hal ini akan menjadikan bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa-bahasa besar di dunia karena memiliki standar yang baku. Untuk menyetarakan bahasa Indonesia agar sejajar dengan bahasa-bahasa besar di dunia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI adalah indikator untuk mengukur kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik lisan, maupun tulis. Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) mengukur kemahiran berbahasa, baik penutur jati, maupun penutur asing.

Sebagai upaya menjaga bahasa Indonesia, UKBI terus disosialisasikan agar penutur bahasa Indonesia mengetahui dan meningkatkan kemahiran mereka dalam berbahasa Indonesia. Bahkan tahun ini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan kegiatan Apresiasi Giat UKBI untuk sekolah jenjang SMP dan SMA. Melalui kegiatan ini, pelajar yang merupakan generasi penerus bangsa diharapkan ikut menjaga masa depan bahasa Indonesia dengan menguji dan mengetahui kemahiran mereka berbahasa Indonesia. 

Dengan semangat menjaga bahasa Indonesia, SMA Negeri 2 Madiun ikut berpartisipasi mengikuti Giat UKBI tesebut. Siswa cukup antusias untuk mendaftar tes UKBI. Mereka penasaran dan ingin mengetahui seperti apa sebetulnya tes UKBI yang selama ini hanya mereka dengar. Tentunya mereka juga ingin mengetahui berapa skor kemahiran berbahasa Indonesia dari tes UKBI yang mereka ikuti. Namun, mengingat kondisi pandemi dan sedang dalam masa PPKM, sekolah mengambil kebijakan hanya beberapa siswa yang dapat melaksanakan tes UKBI di sekolah. Sementara itu, siswa lain dapat mengerjakan tes UKBI dari rumah masing-masing. Berapa pun skor yang mereka peroleh tentu diharapkan dapat menjadi pendorong untuk terus meningkatkan kemahiran berbahasa Indonesia mereka. Dengan demikian, masa depan bahasa negeri, yaitu bahasa Indonesia, senantiasa akan terjaga dan terpelihara.#