Peran Teknologi dalam Mendukung Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0

Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi ke empat atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Di era ini perkembangan teknologi digital mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini diikuti dengan meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembangan sistem digital, kecerdasan artifisial, dan visual. Teknologi digital mempengaruhi dan mengubah hampir seluruh aspek kehidupan sehari-hari manusia. Bahkan dapat dikatakan kehidupan masyarakat saat ini tidak dapat terlepas dari teknologi digital.

Disadari atau tidak, perkembangan teknologi digital telah menyentuh hampir seluruh aktivitas manusia, tak terkecuali bidang pendidikan. Sebagaimana diketahui, pendidikan berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas guna menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Karena itu, pendidikan yang diwujudkan dengan pembelajaran yang berkualitas mutlak dikembangkan karena keberhasilan pembelajaran merupakan tujuan utama dalam proses pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan pendidikan adalah dengan mendesain proses pembelajaran yang tepat daya, tepat sasar, serta berdampak pada peningkatan kompetensi siswa.

Di era revolusi industri 4.0 yang diserbu dengan derasnya perkembangan teknologi menjadikan pemanfaatan teknologi dalam bidang pendidikan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Pendidikan di era revolusi industri 4.0 mau tidak mau harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Pendidikan harus mampu berinovasi dengan memanfaatkan teknologi sebagai usaha meningkatkan mutu pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan teknologi dapat dioptimalkan untuk mendukung pembelajaran sehingga pembelajaran yang berkualitas dapat dicapai. Sebagai contoh, munculnya berbagai sumber belajar berbasis daring seperti perpustakaan daring, pembelajaran daring, kamus digital, bahkan diskusi yang saat ini dapat dilakukan secara daring dengan tujuan peningkatan kualitas pembelajaran. Merebaknya berbagai fitur ataupun platform yang menunjang pembelajaran merupakan peluang besar bagi dunia pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dengan mengkombinasikan strategi mengajar dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Di samping itu, siswa atau generasi sekarang sangat dekat dengan teknologi sehingga teknologi dapat digunakan sebagai pintu masuk dan sarana pembelajaran. Teknologi telah menjadi kebutuhan dan gaya hidup mereka. Siswa sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Ini menunjukkan bahwa produk pendidikan yang diluluskan harus mampu menjawab tantangan industri 4.0 yang mencetak dan menghasilkan generasi-generasi berkualitas yang akan mengisi revolusi industri 4.0. Oleh karena itu, kehadiran teknologi yang diperkaya dengan inovasi pembelajaran akan sangat membantu proses pembelajaran antara guru dengan siswa. Kehadiran teknologi untuk menunjang pembelajaran dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk mengeksplorasi berbagai sumber belajar. Di samping itu, aplikasi pembelajaran juga menampilkan fitur-fitur yang menarik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Kehadiran teknologi dirasakan sangat membantu dalam mendukung kegiatan pendidikan dan pembelajaran di era ini. Optimalisasi pemanfaatan teknologi sebagai penunjang pendidikan diharapkan mampu memberikan hasil yang dapat mengikuti perkembangan dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, telah membuka mata betapa teknologi benar-benar sangat mendukung dunia pendidikan. Teknologi tatap muka virtual dapat membantu berlangsungnya proses pembelajaran antara guru dan siswa. Keterhubungan antara guru dan siswa dapat dijembatani oleh teknologi sehingga interaksi antara guru dan siswa tidak terputus meskipun tidak dapat bertatap muka secara langsung.

Contoh lain pemanfaatan teknologi dalam mendukung bidang pendidikan, khususnya pembelajaran, adalah adanya laboratorium maya atau virtual. Laboratorium virtual ini dapat menjadi alternatif guru dan siswa untuk tetap bisa melakukan eksperimen sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Selain lebih murah dan terjangkau, laboratorium maya juga lebih aman bagi siswa sebagai pengguna. Keuntungan pemanfaatan laboratorium maya ini antara lain (1) lebih ekonomis karena tidak membutuhkan bangunan laboratorium, alat-alat dan bahan- bahan seperti pada laboratorium konvensional; (2) menambah motivasi dalam proses belajar mengajar; (3) siswa mempunyai keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran ataupun dalam permasalahan sehari-hari.

Dukungan teknologi dalam bidang pendidikan juga hadir dalam bentuk pemanfaatan LMS (Learning Management System). LMS berbasis internet tidak hanya bermanfaat bagi orang tua saja dalam memantau pendidikan anaknya, tetapi juga bagi pihak lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus, tim pengajar, maupun siswa. Sebab, pihak sekolah bisa secara real-time mengawasi seluruh aktivitas belajar mengajar untuk dijadikan bahan evaluasi guna meningkatkan mutu pendidikan. Bagi tim pengajar atau guru, platform ini bisa membantu untuk meningkatkan efektivitas belajar melalui pemberian tugas dan konsultasi. Sementara bagi siswa, mereka akan lebih bersemangat belajar karena menggunakan teknologi modern.

Tentunya masih banyak contoh-contoh lain yang menunjukkan keberadaan teknologi dalam mendukung pembelajaran dan pendidikan. Pemanfaatan teknologi dalam bidang pendidikan menjadikan keterbatasan ruang dan waktu bukan lagi menjadi persoalan. Siswa dan guru dapat leluasa mengeksplorasi ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kapan pun dan di mana pun. Penggunaan teknologi sebagai inovasi media dalam pembelajaran juga memberikan banyak manfaat lainnya seperti menambah informasi, meningkatkan kemampuan belajar, memudahkan akses belajar, membuat materi pelajaran lebih menarik, serta meningkatkan minat belajar peserta didik.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran pada revolusi industri 4.0 adalah sebuah keharusan. Teknologi berperan penting dalam kegiatan pembelajaran pada era serba digital. Teknologi dan informasi dalam pembelajaran bukan hanya sekedar pelengkap pembelajaran, namun menjadi hal utama dalam proses pembelajaran di era revolusi industri 4.0. Pembelajaran menggunakan teknologi dan informasi membuat pembelajaran menjadi lebih efektif karena selalu update dengan informasi terkini. Siswa dapat mempelajari materi lebih luas lagi dengan berbagai referensi dan sumber belajar yang ada. Inovasi teknologi di bidang pendidikan berguna untuk mendukung pembelajaran yang sangat dibutuhkan pada era revolusi industri 4.0 sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing di kancah global. Salam.##

Kata kunci: Universitas Tanjungpura, Revolusi Industri 4.0

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Universitas Tanjungpura 2022.
Pengumuman hasil Lomba Blog 2022 Universitas Tanjungpura di sini

Nasib Pendidikan di Tengah Pandemi

Pandemi virus covid-19 benar-benar mengguncang berbagai bidang, tak terkecuali bidang pendidikan. Pemerintah pusat yang didukung oleh kepala daerah membuat kebijakan meniadakan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kampus. Sekolah dan kampus ditutup. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi mobilitas pelajar dan mahasiswa sehingga diharapkan dapat menekan penyebaran virus corona.

Kebijakan tersebut tentu dapat diterima mengingat untuk kebaikan dan keselamatan warga bangsa, khususnya pelajar. Apalagi penutupan sekolah dan kampus tidak berarti meniadakan kegiatan belajar mengajar, tetapi mengubah kegiatan belajar di sekolah menjadi kegiatan belajar mengajar dari rumah. Pendidik dan peserta didik tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar, tetapi tidak bertatap muka secara langsung. Pembelajaran secara daring pun menjadi pilihan digunakan oleh pendidik.

Dalam pelaksanaannya, kegiatan belajar dari rumah ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan Kemajuan teknologi memang telah menyediakan banyak kemudahan, termasuk menjamurnya aplikasi belajar yang ditawarkan. Bahkan pemerintah juga menggandeng beberapa aplikasi belajar tersebut agar dapat digunakan pelajar secara gratis. Para siswa pun sudah sangat akrab dengan perangkat teknologi sehingga tidak akan kesulitan mengoperasikan aplikasi belajar daring melalui gawai masing-masing. Namun, apakah ketersediaan teknologi menjamin keberhasilan kegiatan belajar dari rumah? Sistem pendidikan online pun tidak mudah. Diperlukan disiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas, dan sumber daya yang mesti disediakan.

Keberhasilan kegiatan belajar dari rumah tentunya tidak hanya bergantung pada kemudahan dan ketersediaan teknologi. Kecanggihan teknologi tidak akan ada artinya tanpa kemampuan pengoperasian yang mumpuni. Dalam hal ini, tentu kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak guru yang gagap dan belum melek teknologi. Kemampuan mengoperasikan dan mengenal perubahan teknologi guru masih kalah jauh dengan siswanya. Akhirnya terjadi ketimpangan interaksi belajar antara guru dengan siswa. Guru hanya memberi tugas-tugas yang akhirnya justru membuat siswa stress.

Perlu juga dilihat, luasnya wilayah Indonesia menjadikan kondisi siswa dan pendidik juga beragam. Kegiatan belajar dari rumah secara daring sangat bergantung pada perangkat TI yang memadai, seperti komputer, gawai, dan jaringan internet. Bagi pelajar yang tinggal di kota dengan akses internet yang memadai tentu tidak banyak dijumpai kendala. Namun, di daerah terpencil situasinya akan berbeda. Akses koneksi internet tentu tidak mudah didapatkan. Kreativitas guru diuji untuk mengatasi masalah ini. Salah satu contoh, seorang guru di Madura rela mendatangi siswa dari rumah ke rumah untuk melayani belajar siswa. Upaya guru ini tentu patut diapresiasi.

Situasi darurat pandemi covid-19 belum jelas kapan akan berakhir karena kasus positif masih sangat tinggi dalam satu minggu terakhir. Sementara itu, tahun pelajaran baru sudah di depan mata. Pemerintah pun belum akan membuka sekolah-sekolah terutama di zona merah dan zona kuning. Ini berarti kegiatan belajar dari rumah masih akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Kegiatan belajar dari rumah yang sudah berlangsung mestinya dievaluasi.

Melihat kondisi ini, pemerintah, melalui Kemendikbud, mestinya menyusun kurikulum darurat. Kurikulum darurat dibuat dengan melakukan penyederhanaan kurikulum yang sudah ada. Beban kurikulum dikurangi agar tidak memberatkan siswa. Kurikulum darurat ini nantinya akan menjadi acuan guru untuk melaksanakan kegiatan belajar dari rumah. Dari sisi guru, sebaiknya juga mau meningkatkan kompetensi diri, khususnya dalam pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran.

Tentu kita tidak ingin, pandemi covid-19 ini menjadikan generasi kita mengalami kemunduran dalam pendidikan. Kualitas generasi bangsa jangan sampai turun. Untuk itu, diperlukan gotong royong dan upaya yang benar-benar gigih untuk menyelamatkan generasi bangsa.

 

Pendidikan yang Humanis dari Anies Baswedan

Anies Baswedan memang kini tak lagi menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan setelah Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinetnya pada 27 Juli 2016 lalu. Banyak pihak yang kaget dan tidak menduga, karena menganggap menteri yang berpenampilan selalu santun dan murah senyum ini sudah tepat menjalankan tugas dan fungsinya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi, itulah kenyataannya. Menteri baru telah ditunjuk Presiden Jokowi untuk menggantikan posisinya.

Selama 20 bulan masa kepemimpinannya di Kemendikbud, sesungguhnya ada berbagai terobosan dan gebrakan yang dilakukan Anies. Yang paling banyak dirasakan oleh masyarakat adalah upaya Anies Baswedan dalam mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia atau pendidikan yang humanis. Anies mencoba mengembalikan ruh kemanusiaan dalam jiwa pendidikan nasional. Anies memandang bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memanusiakan manusia, baik dari sisi guru maupun peserta didiknya.

Tentu kita belum lupa, salah satu hal yang lekat dengan Anies Baswedan adalah semangatnya membumikan kembali ajaran Ki Hajar Dewantara. Dikatakannya, bahwa para guru harus belajar dari filosofi yang digagas bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara, menamakan lembaga pendidikannya Taman Siswa yaitu tempat yang penuh kebahagian dan menyenangkan karena anak butuh bermain. Pendidikan di Indonesia harus adiktif atau membuat anak ketagihan ingin kembali belajar. Karena kita akan senang kalau anak mengatakan semoga besok cepat datang agar bisa ke sekolah, bukan berkata semoga besok sekolah tidak ada. Sebuah sekolah – apapun bentuknya – seharusnya mampu membentuk akal dan budi manusia agar menjadi insan-insan yang luhur dan efektif, serta bermakna bagi lingkungannya.

Dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang humanis, Anies juga mengusung sekolah berintegritas. Hal ini didorong oleh keprihatinannya melihat ketidakjujuran di lingkungan sekolah, khususnya berkaitan dengan Ujian Nasional. UN yang selama ini menjadi penentu kelulusan telah menciptakan berbagai ekses. Yang paling menonjol tentunya mendorong ketidakjujuran. Anies berupaya mengembalikan UN pada kedudukan dan fungsinya, yaitu memotret capaian pendidikan yang sesungguhnya. Dan, pada masa jabatannya, Anies menghapus syarat UN sebagai penentu kelulusan. Ia mengusung indeks integritas Ujian Nasional (IIUN) sebagai parameter yang membanggakan sekolah dan daerah. Sekolah dengan IIUN tinggi diberi piagam sebagai bukti bahwa sekolah itu berikhtiar menjunjung kejujuran dalam penyelenggaraan UN.

Dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang maju, Anies juga membentuk Direktorat Pendidikan Keluarga. Hal ini dimaksudkan bahwa keluarga juga harus turut bertanggung jawab atas keberhasilan pendididkan putra putrinya. Bahkan Anies juga membuat gebrakan mengenai kewajiban orangtua untuk mengantar anaknya pada hari pertama masuk sekolah.

Anies juga mencanangkan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti. Hal ini didorong oleh keinginannya untuk membangun dan memperbaiki moral bangsa yang saat ini banyak terdegradasi oleh pengaruh-pengaruh negatif, baik dari dalam mupun luar negeri. Meski pendidikan karakter ini bukan hal baru, tetapi Anies lebih menekankannya sebagai gerakan sehingga hingar bingarnya cukup terasa. Khususnya, mengenai karakter nasionalisme Anies mewajibkan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum memulai pelajaran.

Menjelang akhir masa jabatannya, Anies mencanangkan masa orientasi peserta didik baru yang bebas dari kekerasan. Hal ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, terutama orangtua. Masa orientasi peserta didik baru selama ini menjadi ajang perploncoan senior kepada yuniornya. Bibit-bibit kekerasan sering muncul pada kegiatan tersebut. Hal ini akan terus terjadi jika rantai tidak diputus.

Khusus bagi guru, Anies menempatkan guru sebagai sosok yang mulia karena guru adalah ujung tombak pendidikan. Dalam berbagai kesempatan Anies terus memotivasi dan memompa semangat guru untuk secara total mengabdi mencerdaskan anak-anak bangsa. Anies mengatakan bahwa menjadi guru bukanlah sekadar pekerjaan, melainkan pelukis masa depan. Menjadi guru bukanlah pengorbanan, melainkan sebuah penghormatan. Guru adalah pembuat sejarah, dan sebagainya. Anies juga mendorong guru untuk selalu berkarya, guru mulia karena karya. Karya guru yang paling Nampak adalah terciptanya generasi muda bangsa yang cerdas dan berkarakter mulia.

Hal-hal yang dilakukan oleh Anies adalah upayanya dalam menciptakan pendidikan humanistik, yaitu pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai inilah yang saat ini banyak tercerabut dalam jiwa bangsa Indonesia. Dengan gayanya yang khas, Anies selalu mengingatkan untuk memanusiakan peserta didik dan memanusiakan guru. Pendidikan humanistik adalah sebuah konsep pendidikan yang berupaya menyentuh hati manusia sebagai upaya untuk menanamkan karakter atau budi pekerti yang baik. Hati hanya bisa disentuh dengan hati, dan ketulusan hati seorang guru dalam mengajar akan sangat berdampak terhadap perkembangan belajar peserta didik.

Kini, Anies Baswedan memang tak lagi menjabat sebagai Mendikbud. Namun, upaya-upaya berharga yang telah dirintisnya ada baiknya untuk terus dilanjutkan demi mewujudkan pendidikan nasional yang bermartabat.

Mengajar Itu Seni

hardiknas2016q

Tidak semua nasihat harus diucap lewat kata. Karena ada beberapa nasihat yang jika diucapkan, akan terasa menyayat dan menyakitkan. Guru yang bijak tahu persis akan hal itu. Karenanya, ia menyisipkan banyak nasihat dalam laku. Kadang pada diamnya, kadang pada teladannya, terkadang pada ketakpedulian atau kecuekannya. Dan yang tak lazim, bahkan nasihat terkadang diberikan dengan kesengajaannya berbuat salah. Agar sang murid melihat dengan cara yang tepat sesuai konteksnya. Agar sang murid berakal dan menggunakan akalnya. Agar sang murid mengerti dengan hati dan paham sampai menembus nurani.

Di mata murid arogan. Guru yang semacam itu disebut guru yang tidak perhatian atau bahkan dianggap sebagai guru yang tidak pantas dan tidak pas. Namun, di mata murid yang siap belajar, yang demikian adalah nasihat paling santun yang akan dikenang kelak saat keberhasilan sudah di tangan.

Mengajar dan belajar adalah seni. Seni untuk saling mengerti dan saling memahami. Seperti rasa cinta 2 sejoli yang tak ingin kata-kata menjadi pengganggu saat berdua. Karena kadang, diam asal bersama adalah sebuah keromantisan.

Mengajar bukanlah sebuah kegiatan yang memiliki hubungan pasti antara subjek dan objek. Mengajar adalah sebuah seni dengan guru menjadi senimannya. Melalui mengajar, ia mengekspresikan kepribadiannya, dan para siswa adalah “hasil karya seni manusiawi” yang sifatnya tidak statis. Sama seperti kesenian, mengajar juga memberi kesempatan kepada guru untuk menjadi jujur kepada dirinya.

Mengajar merupakan sesuatu yang pribadi, yang tidak dapat digantikan begitu saja. Mengajar itu melibatkan guru sebagai sosok yang menyeluruh, bukan hanya sebagai seseorang yang mencoba menyampaikan sepotong pengetahuan.

Tak salah jika pepatah lama yang mengatakan “Guru akan muncul saat muridnya sudah siap”. Bukan berarti kala murid tak siap tak ada guru yang bisa dilihat. Guru ada, guru terlihat. Hanya saja, murid yang tak siap hanya akan melihat guru sebagai profesi. Seorang yang dibayar dan punya nama sebutan seperti profesor, mentor, motivator, dan sebagainya.

Sedangkan murid yang siap, akan mampu melihat guru sebagai pelita bagi kehidupannya. Mungkin tidak bergelar profesi, mungkin hanya sekedar guru kampung yang mengajar mengaji. Meski begitu, lautan ilmu kehidupannya seolah tak bertepi.

Akhirnya, yang belajar tak mengenal bosan karena ilmu semakin dalam. Yang mengajar tak kehabisan bahan, karena kehidupan masih menyisakan banyak hal untuk diolah dalam kajian hikmah. Hal paling penting dan utama menjadi guru ialah kecintaan dan semangat yang terus-menerus (passion) untuk menyampaikan ilmu sehingga dapat melahirkan pribadi-pribadi yang luhur.

Inilah sejatinya peran guru-guru kehidupan. Sudah sedikit memang jumlahnya. Namun, beliau-beliau masih ada. Menanti murid-murid yang siap untuk mengambil ilmu, lengkap dengan keberkahannya.

Selamat Hari Pendidikan Nasional. Nyalakan pelita, terangkan cita-cita.*

Gonjang-ganjing Kurikulum 2013

kurikulum-2013Pergantian Kurikulum 2006 ke Kurikulum 2013 tampaknya paling ribut dibandingkan dengan pergantian kurikulum sebelum-sebelumnya. Meski sudah berjalan satu setengah tahun (3 semester), rupanya gonjang-ganjing Kurikulum yang lahir menjelang akhir masa pemerintahan Presiden SBY ini belum juga reda. Bahkan kian hari kian ramai diperbincangkan.

Pada awal diberlakukannya di sekolah-sekolah sasaran pada tahun pelajaran 2013/2014, sekolah, guru, serta siswa sudah dibuat kalang kabut. Perubahan struktur kurikulum, proses pembelajaran, serta model penilaian yang kompleks menjadi akar kebingungan itu. Pelatihan guru yang belum tuntas serta buku paket siswa yang belum tersedia menambah keruwetan itu.

Keruwetan semakin menjadi ketika pada tahun pelajaran 2014/2015 pemerintah melalui Kemendikbud yang saat itu masih digawangi oleh M. Nuh menginstruksikan dan memberlakukan Kurikulum 2013 secara serentak di seluruh sekolah di Indonesia, mulai jenjang SD, SMP, hingga SMA. Bahkan siswa yang tahun lalu masih menggunakan kurikulum 2006 harus mengikuti matrikulasi untuk mengejar materi sesuai dengan Kurikulum 2013. Lagi-lagi yang dibuat kelabakan adalah guru-guru sebagai pelaksana di lapangan. Siswa pun terpaksa dan dipaksa menerima kebijakan tersebut dengan pasrah.

Memang, kebijakan tersebut pada akhirnya dibarengi dengan pelatihan guru secara bertahap. Bahkan, program pendampingan kepada sekolah, kepala sekolah, dan guru juga digulirkan oleh pemerintah. Akan tetapi, pelatihan dan pendampingan tersebut belum sepenuhnya menjadikan guru paham dan mampu mengimplementasikannya pada pembelajaran di kelas. Hal ini diperparah oleh regulasi yang berubah-ubah. Ketika guru belajar materi A sesuai aturan X, tiba-tiba muncul aturan Y. Hal ini membuat guru tidak semakin paham, tapi justru semakin bingung.

Pergantian tampuk kepemimpinan pada Oktober 2014 lalu, tidak serta merta membuat gonjang ganjing ini mereda. Mendikbud, Anies Baswedan, tanggal 5 Desember 2014 lalu, mengeluarkan keputusan menghentikan sementara Kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang baru melaksanakan satu semester. Sekolah-sekolah ini diminta kembali menggunakan Kurikulum 2006. Sementara itu, sekolah-sekolah yang telah melaksanakan selama tiga semester diminta untuk melanjutkan dan menjadi sekolah percontohan.

Keputusan ini kembali menuai kontroversi. Pihak yang pro menganggap keputusan tersebut sudah tepat, sebab Kurikulum 2013 memang belum siap saji sehingga perlu dimatangkan, dilakukan evaluasi dan diperbaiki. Terlebih belum semua guru mendapat pelatihan dan buku siswa belum tersedia di semua sekolah. Sementara itu, pihak yang kontra menganggap keputusan itu terlalu tergesa-gesa, terlebih diputuskan pada tengah tahun pelajaran.

Permasalahan di lapangan sesungguhnya tidak hanya berhenti pada melanjutkan Kurikulum 2013 atau kembali ke Kurikulum 2006. Bagi sekolah-sekolah yang harus kembali ke Kurikulum 2006 tentu keputusan tersebut berdampak pada struktur kurikulum, jam mengajar guru, raport siswa, dan sebagainya. Sementara itu, sekolah-sekolah yang harus melanjutkan Kurikulum 2013 berarti harus menerima sajian kurikulum yang belum matang. Peraturan yang berubah-ubah juga membuat guru seperti tak punya pegangan yang pasti, sehingga membuat mereka gamang untuk melangkah.

Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat selain pangan dan kesehatan. Selain itu, pendidikan merupakan kunci keberhasilan sebuah bangsa. Pendidikan yang berkualitas baik tentu akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas baik pula. Untuk itu, kebijakan pemerintah terkait bidang pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius, tidak setengah-setengah. Oleh karena itu, janji Mendikbud, Anies Baswedan untuk segera membenahi Kurikulum 2013 tentu sangat ditunggu, sehingga gonjang ganjing Kurikulum 2013 ini dapat segera berakhir. Salam.##