Ditunggu, Peran Televisi yang Mendukung Karakter Positif Bangsa

DITUNGGU, PERAN TELEVISI YANG MENDUKUNG KARAKTER POSITIF BANGSA

Arival dan Taufik, penemu antivirus ArtavFahma-Haniamuhammad-yahya-harlan-

Ide tulisan ini muncul setelah saya membaca sebuah koran nasional yang memberitakan prestasi yang ditorehkan anak-anak Indonesia di bidang IT. Mereka adalah kakak beradik, Arival (13 tahun) dan Taufik Aditya Utama (15 tahun), asal Bojongsoang, Kabupaten Bandung yang berhasil menciptakan antivirus yang kemudian diberi nama Artav (Arival Taufik Anti Virus). Juga Fahma Waluya Rosmansyah (12 tahun) dan adiknya, Hania Pracika Rosmansyah (6 tahun) yang berhasil meraih penghargaan Asia Pacific ICT Alliance (APICTA) Awards 2010 untuk kategori Secondary Student Project, yang berlangsung tanggal 12 – 16 Oktober 2010 di Kuala Lumpur Malaysia, melalui karyanya berupa kumpulan program game edukasi sederhana yang dibuat menggunakan Adobe Flash Lite untuk ponsel Nokia E71 dengan judul My Mom’s Mobile Phone As My Sister’s Tutor” (Ponsel Ibuku Untuk Belajar Adikku). Beberapa piranti lunak yang mereka ciptakan antara lain Bahana (Belajar Huruf Warna Angka), DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawakal), Enrich (English for Children), Mantap (Matematika Pintar), dan Doa Anak Muslim (Prayers for Children). Serta satu lagi, Muhammad Yahya Harlan (13 tahun) pencipta situs ala Facebook yang dinamai situs salingsapa.com.

Terus-terang, saya berdecak kagum dan bangga dengan prestasi anak-anak tersebut. Betapa tidak, ditengah kekarut-marutan bangsa ini masih ada tunas-tunas bangsa yang mampu menorehkan prestasi hingga tingkat internasional. Hanya saja saya prihatin, mengapa prestasi anak-anak yang gemilang tersebut minim sekali diberitakan kepada masyarakat, khususnya melalui televisi. Bahkan teman-teman guru dan siswa-siswa saya pun tidak tahu ketika saya menceritakan prestasi gemilang anak-anak tersebut yang kebetulan memang saya ketahui dari media cetak. Padahal, prestasi tersebut seharusnya disiarkan secara luas agar diketahui masyarakat untuk menularkan atau memotivasi anak-anak lain.

Baca lebih lanjut

Pembelajaran Sastra dan Penanaman Karakter

PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA
SEBAGAI WAHANA PENANAMAN KARAKTER KEPADA SISWA

(tulisan ini dimuat dalam BENDE, majalah seni dan budaya Jawa Timur)

Akhir-akhir ini, pendidikan karakter banyak dan sering menjadi pembahasan berbagai kalangan, terutama kalangan pendidikan. Hal ini terdorong oleh adanya fakta bahwa siswa sebagai produk pendidikan belum kuat secara kemanusiaan, serta kepribadiannya masih lemah sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal dari luar. Selain itu, semangat untuk belajar, berdisiplin, beretika, bekerja keras, dan sebagainya kian menurun. Peserta didik banyak yang tidak siap untuk menghadapi kehidupan sehingga dengan mudah meniru budaya luar yang negatif, terlibat di dalam amuk massa, melakukan kekerasan di sekolah atau kampus, dan sebagainya. Meningkatnya kemiskinan, menjamurnya budaya korupsi, munculnya plagiarisme, menguatnya politik uang, dan sebagainya merupakan cerminan dari kehidupan yang tidak berkarakter kuat untuk menuju bangsa yang berperadaban maju.

Pendidikan yang ada selama ini dianggap gagal dalam membentuk karakter siswa. Selama ini pendidikan hanya berorientasi pada angka/nilai semata. Padahal, dalam UU Sisdiknas tahun 2003, Bab II, pasal 3, jelas disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Baca lebih lanjut

Pendidikan Nilai yang Terpinggirkan

kerusuhan

(tulisan ini dimuat dalam MEDIA, majalah pendidikan Jawa Timur)

Akhir-akhir ini, hampir tiap hari kita disuguhi peristiwa yang sungguh membuat kita terperangah sekaligus tercenung. Sebut saja kasus kerusuhan Priok, kerusuhan buruh perusahaan di Batam, kerusuhan Koja, konflik antarsuku, tawuran mahasiswa dengan aparat di berbagai daerah, dan masih banyak lagi tindak brutal lainnya. Di sisi lain, para petinggi negeri yang seharusnya memberi teladan bagi masyarakat, justru melakukan tindakan yang jauh dari terpuji. Sebagaimana kita lihat di televisi, ada yang berdebat hingga mengeluarkan kata-kata kotor, bahkan sampai adu jotos, lempar botol, bahkan lempar kursi. Belum lagi mereka juga sering terlibat korupsi, mafia hukum, dan sebagainya.

Melihat semua itu hati kita sesungguhnya sangat miris. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan bangsa ini? Adakah yang salah dalam perjalanan bangsa ini? Di manakah nilai-nilai luhur yang dulu begitu diagungkan bangsa ini?

Ya, tak dapat kita mungkiri, fenomena-fenomena tersebut sesungguhnya terjadi karena kegagalan kita dalam menumbuhkembangkan pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidkan nilai seperti kejujuran,  disiplin, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, saling menghargai, cinta lingkungan, daya juang, bersyukur selama ini kita pinggirkan.

Baca lebih lanjut